Menurut anda spesies apakah yang menyandang predikat sebagai predator paling hebat
di kerajaan hewan? Jika Anda mengira spesies itu singa atau hiu,
pikirkan kembali jawaban Anda. Sebab, sebuah penelitian terbaru
menunjukkan, predator paling hebat di dunia hewan adalah capung.
Singa
Afrika memang tercatat sebagai karnivora puncak pada rantai makanan.
Namun, kucing besar ini hanya mampu menangkap 25 persen dari total
mangsa yang mereka kejar. Hiu putih besar bernasib sedikit lebih
beruntung. Predator puncak di lautan dengan 300 gigi pemotong ini hanya
sukses menangkap separuh dari total mangsa yang mereka buru.
Capung,
sebaliknya, terlihat mungil, berkilauan, dan dikenal sebagai serangga
yang tidak berbahaya. Bahkan capung, bersama kupu-kupu dan kepik,
dikelompokkan dalam daftar serangga yang disukai manusia.
Namun,
di balik penampilan "ramah"-nya, capung ternyata merupakan predator
udara yang sangat rakus. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim
ilmuwan Universitas Rutgers di Amerika Serikat menunjukkan, capung
menjadi pemburu yang paling brutal sekaligus efektif dalam kerajaan
hewan.
Tim ilmuwan mencatat, capung mampu menangkap nyaris
seluruh mangsanya dengan tingkat keberhasilan mencapai 95 persen. Bahkan
capung kerap memakan mangsanya sembari tetap terbang, tanpa perlu repot
hinggap ke daun atau ranting pohon.
"Capung akan merobek-robek
tubuh mangsanya dan terus mengunyahnya sampai berbentuk gumpalan sebelum
akhirnya mereka menelannya," kata Michael L. Mei, seorang profesor
emeritus entomologi di Rutgers, seperti dikutip laman New York Times, Selasa, 2 April 2013.
Selera
makan capung bisa dibilang tak berujung. Stacey Combes, seorang
peneliti biomekanik di Universitas Harvard yang mempelajari cara terbang
capung, pernah menyaksikan seekor capung percobaan di laboratorium
menyantap habis 30 ekor lalat buah secara berturutan. "Capung akan terus
makan selama masih ada makanan," ujarnya.
Sejumlah penelitian
yang diterbitkan baru-baru ini telah menguak fitur kunci otak, mata, dan
sayap capung yang memungkinkan serangga itu memburu mangsanya tanpa
ragu. Salah satu penelitian menunjukkan, sistem saraf capung menampilkan
kapasitas yang hampir sama seperti manusia, terutama untuk perhatian
selektif. Artinya, capung mampu fokus pada mangsa tunggal yang disasar,
meski mangsa itu terbang di tengah gerombolan serangga lain yang
beterbangan.
Peneliti lain telah mengidentifikasi keberadaan
semacam pusat sirkuit berisi 16 sel saraf yang menghubungkan otak capung
ke pusat motorik penerbangan di bagian dada. Seperangkat sistem saraf
ini memungkinkan capung dapat melacak target bergerak, menghitung
lintasan untuk mencegat target, dan secara halus menyesuaikan jalur
terbangnya untuk menangkap target tersebut.
Robert M. Olberg dari Union College, yang melaporkan penelitiannya dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences,
menemukan bukti bahwa jalur capung mencegat mangsanya mirip trik yang
digunakan pelaut. Dengan mata majemuknya, capung bisa memprediksi arah
terbang mangsanya, termasuk sudut dan kecepatan, kemudian memperkirakan
terbangnya sendiri untuk menangkap mangsa tersebut. Capung mengetahui
kapan harus memperlambat, mempercepat, dan terbang menyimpang.
Teknik
berburu milik capung berbeda dengan yang dilakukan oleh predator
kebanyakan. Combes sempat mengira capung mengejar mangsanya secara
aktif, seperti singa mengejar mangsanya. Namun, ternyata tidak demikian.
"Itu lebih seperti predasi penyergapan. Capung datang dari arah yang
tidak disadari oleh mangsanya," kata dia.
Capung termasuk
serangga terbang yang canggih. Mereka bisa melayang-layang di udara,
menyelam di air, terbang mundur dan terbalik, berputar 360 derajat
dengan tiga kali kepakan sayap, dan mencapai kecepatan 30 mil per
jam--luar biasa untuk seekor artropoda.
Sayap capung
juga berbeda dengan serangga jenis lainnya. Pada kebanyakan serangga,
sayap merupakan perpanjangan sederhana dari toraks dan dipindahkan
sebagai sebuah unit khusus dengan meregangkan seluruh toraks.
Namun,
capung memiliki empat sayap transparan yang ultrafleksibel dan melekat
pada toraks oleh otot-otot terpisah. Setiap sayap dapat bermanuver
secara independen, memungkinkan capung melakukan berbagai manuver
penerbangan. "Seekor capung dapat kehilangan seluruh sayapnya dan masih
bisa menangkap mangsa," kata Combes.
0 komentar:
Posting Komentar